Selama ini, menurut Yudi, kekeliruan dalam proses pembelajaran politik di Indonesia adalah menempatkan pahlawan sebagai sosok yang ada di luar diri warga.
Pahlawan tidak dihadirkan dalam konteks kekinian, yang berada di dalam diri setiap orang.
Baca Juga:
RSUD Cengkareng Gelar FKP, Paparkan Pengembangan Pelayanan Kesehatan
”Saatnya kita jadikan kepahlawanan sebagai sesuatu yang hidup di dalam diri sekarang dan di sini, dengan terus mentransformasikan diri menjadi pribadi dan bangsa yang unggul,” katanya.
Guru Besar Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Azyumardi Azra, sepakat, nilai kepahlawanan di tengah masyarakat saat ini memang telah berubah.
Pada era pra-kemerdekaan, pahlawan adalah mereka yang mampu melakukan perjuangan fisik untuk membebaskan bangsa dari penjajahan.
Baca Juga:
Sesuai Perintah Kapolri : Polda Riau Ungkap 171 Kasus Narkoba
Saat ini, bangsa Indonesia tidak lagi menghadapi perang secara fisik, tetapi persaingan dalam ranah ekonomi, teknologi, dan sosial budaya.
Oleh karena itu, mereka yang relevan sebagai pahlawan adalah sosok-sosok yang berjuang untuk kemandirian ekonomi dan sosial, mengatasi kemiskinan dan kesenjangan, serta membangun Indonesia yang bersih dari korupsi, kolusi, dan nepotisme.
Mengenai minimnya sosok kepahlawanan di bidang penegakan hukum, menurut Azyumardi, para penegak hukum harus mulai membangunnya dengan menunjukkan intgritas, penegakan hukum tanpa kompromi, serta berkeadilan.