Ketut menyebutkan beberapa unsur itu adalah tidak adanya dokumen perencanaan pengadaan.
Pihak pelaksana justru menggunakan Daftar Penyedia Terseleksi (DPT) tahun 2015 dan penyempurnaannya dalam pengadaan tower.
Baca Juga:
Diduga Korupsi Rp500 Juta, Kaur Keuangan Desa Tuhegeo II Ditahan Kejari Gunungsitoli
Berdasarkan aturan, mestinya pihak pelaksana menggunakan produk DPT yang dibuat pada tahun 2016.
"Namun, pada kenyataannya DPT 2016 tidak pernah dibuat," kata Ketut dalam keterangan pers, Selasa (26/7).
Sepanjang pengadaan proyek tower, PLN diduga selalu mengakomodasi permintaan dari ASPATINDO, sehingga dianggap memengaruhi hasil pelelangan dan pelaksanaan pekerjaan yang dimonopoli oleh PT Bukaka.
Baca Juga:
Zarof Ricar Keok di MA, Uang Rp915 M dan 51 Kg Emas Disita Negara
Adapun Direktur Operasional PT Bukaka merangkap sebagai Ketua ASPATINDO.
Setelahnya, PT Bukaka dan 13 penyedia tower lainnya yang bergabung dalam ASPATINDO melakukan pekerjaan dalam periode kontrak Oktober 2016-Oktober 2017. Realisasi pekerjaan itu mencapai 30 persen.
Setelah periode kontrak berakhir, penyedia tower masih mengerjakan proyek selama November 2017-Mei 2018 tanpa ada legal standing.