"Karena tower PLN standar dan bahan baku baja harus dari Krakatau Steel dengan harga yang sudah ditentukan, maka Kementerian Perindustrian dengan konsultasi PLN, BPKP dan Asosiasi menetapkan harga jual per unit sesuai standar dengan Keputusan Menteri (Kepmen) Perindustrian No.15/M.Ind/Per/3/2016," jelas perusahaan.
Proyek 35 ribu MW sendiri adalah Proyek Strategis Nasional (PSN) sesuai Perpres No. 3 tahun 2016, dan Perpres No. 4 tahun 2016 tentang Infrastruktur Ketenagalistrikan, maka harus dipercepat dan sesuai dengan Perpres tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah No. 54 tahun 2010 pasal 38 ayat 5a, tidak perlu tender apabila ada harga standar dari pemerintah.
Baca Juga:
Terkait Korupsi KA, Kejagung Periksa Tiga Mantan Kepala BTP Sumbangut
Dalam penunjukan awal, pengadaan PLN mengundang 14 perusahaan rekanan. Dari kebutuhan 9.085 set, Bukaka mendapat 1.044 set atau 11,5 persen.
"Artinya Bukaka tidak melakukan monopoli, walaupun Ketua Asosiasi adalah salah satu Direksi Bukaka, karena prosentase pekerjaan untuk Bukaka tidak sebesar yang dibayangkan," terangnya.
Menurut perusahaan, dari semua proses pengadaan tersebut dapat dinilai baik PLN dan rekanan telah bekerja sesuai aturan yang ada.
Baca Juga:
Korupsi Tata Niaga PT Timah, 3 Eks Kadis ESDM Babel Dituntut 6 Hingga 7 tahun Penjara
Selain itu, tidak ada kerugian negara, karena bahan baku dan harga jual sudah ditentukan harganya sehingga pemasok hanya seperti tukang jahit.
Sebelumnya, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Ketut Sumedana mengungkapkan PT PLN bekerja sama dengan Asosiasi Pembangunan Tower Indonesia (ASPATINDO) dan 14 penyedia pengadaan tower lainnya akan menggarap 9.085 set tower pada 2016. Proyek itu memiliki anggaran pekerjaan sebesar Rp2,5 triliun.
Namun, dalam proses pengadaannya, ditemukan sejumlah unsur perbuatan melawan hukum yang diduga menimbulkan kerugian keuangan negara.