"Diutamakan juga yang di Jawa, nanti kita lihat dari segi umur, dan pembangkit itu ada fungsinya, ada fungsi baik itu untuk meambah kapasitas atau keandalan itu juga jadi pertimbangan," kata Herry.
Ketiga, dilihat dari sisi lokasinya. Jika PLTU yang sudah dibangun untuk memasok listrik ke pabrik-pabrik atau kawasan ibu kota, maka tidak terkena penerapan pensiun dini dalam waktu dekat.
Baca Juga:
Pemkab Batang Apresiasi Kontribusi PT Bhimasena Power dalam Layanan Kesehatan dan Pembangunan
Meskipun ditargetkan pada 2050 seluruh PLTU batu bara sudah pensiun dan digantikan dengan energi baru dan terbarukan.
"Kalau misalnya PLTU nya di Jawa Tengah dan di sisi selatan, itu terlalu jauh untuk supply misalnya ke Jakarta dan Semarang, itu jadi yang utama," ujar dia.
Seleksi terakhir, atau yang keempat, kata Herry, dilihat dari sisi penerapan teknologi PLTU.
Baca Juga:
Usut Tuntas Skandal Proyek PLTU 1 Kalbar, ALPERKLINAS: Jangan Sampai Pasokan Listrik ke Konsumen Terhambat
Jika teknologi yang digunakan PLTU itu semakin kuno maka dipastikannya PLTU itu akan segera terkena pensiun dini.
"Yang sudah tua, yang subcritical teknologi itu juga yang diutamakan, kemudian juga pemabngkit tersebut ada di mana tadi bicara keandalan apakah di 150 kV atau 500 kV itu yang diutamakan adalah yang menyuplai di 500 kV, itu yang diutamanakan untuk di retirement," tutur Herry.
Sebelumnya, Kementerian ESDM menyatakan terbitnya Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 112 Tahun 2022 tentang Percepatan Pengembangan Energi Terbarukan Untuk Penyediaan Tenaga Listrik atau Perpres EBT semakin memantapkan arah kebijakan percepatan pengakhiran masa operasional pembangkit listrik batu bara atau PLTU di Indonesia.