Kedua, pemanfaatan dana Pembiayaan Infrastruktur Sektor Panas Bumi (PISP) dan Geothermal Resources Risk Mitigation (GREM) untuk pendanaan pengembangan panas bumi.
Ketiga, sinergi antar-BUMN. Selama ini, paling tidak ada tiga BUMN yang bergerak di bidang panas bumi, yakni PGE yang berada di bawah Subholding Pertamina New Renewable Energy (PNRE), PT Indonesia Power (anak perusahaan PT PLN), dan PT Geo Dipa (BUMN di bawah Kementerian Keuangan).
Baca Juga:
Urgensi Krisis Iklim, ALPERKLINAS Apresiasi Keseriusan Pemerintah Wujudkan Transisi Energi Bersih
Keempat, optimalisasi sumber daya di WKP yang sudah berproduksi dengan ekspansi dan efisiensi. Dua di antaranya adalah membangun PLTP Binary di WKP Salak sebesar 15 MW dan PLTP Binary di WKP Dieng (10 MW).
Untuk saat ini, PGE juga sedang menyelesaikan PLTP Binary di WKP Lahendong, Sulawesi Utara, dengan kapasitas 0,5 MW.
Sampai akhir 2021, kapasitas terpasang pembangkit panas bumi di Indonesia mencapai 2.276 MW, sebagian besar berada di dalam Wilayah Kerja PGE, yakni sebesar 1.877 MW.
Baca Juga:
Di COP29, PLN Perluas Kolaborasi Pendanaan Wujudkan Target 75 GW Pembangkit EBT 2030
PGE mengelola 13 Wilayah Kerja dengan kapasitas 672 MW yang dioperasikan sendiri dan 1.205 MW melalui Joint Operation Contract (JOC).
Berdasarkan hasil riset Wood Mackenzie, Indonesia diproyeksikan akan menjadi pemain geothermal terbesar di dunia pada 2026.
"Kapasitas terpasang pembangkit pada panas bumi di Indonesia pada 2026 akan mencapai 5.240 MW. Pada tahun itu, Indonesia akan menggeser Amerika dari posisi nomor satu," kata Direktur Utama PGE, Ahmad Yuniarto.