WahanaNews-Lampung | Sejalan dengan rencana Pemerintah melalui Rencana Umum Energi Nasional (RUEN), PT Pertamina Geothermal Energy (PGE) mengembangkan Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) di Hulu Lais dan Lumut Balai, serta eksplorasi dan pengembangan di Seulawah dan Sungai Penuh.
Adapun percepatan pengembangan panas bumi yang diupayakan pemerintah hingga 2030 adalah dengan membangun PLTP dengan kapasitas sebesar 3.355 megawatt (MW) untuk memenuhi target bauran energi baru terbarukan (EBT) sebesar 23 persen pada 2025.
Baca Juga:
ALPERKLINAS Imbau Konsumen Percayakan Perbaikan dan Pemasangan Instalasi Listrik pada Ahlinya
"Hal itu tercantum dalam RUPTL (Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik) 2021-2030," kata Direktur Panas Bumi, Ditjen Energi Baru Terbarukan dan Konversi Energi, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Harris dalam keterangan resminya, Selasa, 12 April 2022.
Harris mengatakan, target bauran energi sebesar 23 persen pada 2025 merupakan bagian dari komitmen Pemerintah Indonesia untuk mencapai Karbon Netral (net zero emission) pada 2060 atau lebih cepat dari itu.
Indonesia juga sudah berkomitmen untuk mengurangi emisi gas rumah kaca sebesar 29 persen pada 2030.
Baca Juga:
Energi Hijau Jadi Primadona, PLN Siapkan Solusi untuk Klien Raksasa Dunia
"Transisi menuju energi yang berkelanjutan juga menjadi salah satu dari tiga fokus Presidensi G20 Indonesia," jelas dia.
Ada sejumlah langkah dan kebijakan yang diambil pemerintah untuk memenuhi target tersebut. Pertama, kata Harris, pemerintah akan melakukan pengeboran (government drilling) untuk mengurangi risiko para pengembang sekaligus untuk menurunkan harga jual listrik panas bumi.
"Sampai 2024, pemerintah akan melakukan pengeboran di 20 wilayah kerja panas bumi untuk rencana pengembangan sebesar 683 MW," tuturnya.
Kedua, pemanfaatan dana Pembiayaan Infrastruktur Sektor Panas Bumi (PISP) dan Geothermal Resources Risk Mitigation (GREM) untuk pendanaan pengembangan panas bumi.
Ketiga, sinergi antar-BUMN. Selama ini, paling tidak ada tiga BUMN yang bergerak di bidang panas bumi, yakni PGE yang berada di bawah Subholding Pertamina New Renewable Energy (PNRE), PT Indonesia Power (anak perusahaan PT PLN), dan PT Geo Dipa (BUMN di bawah Kementerian Keuangan).
Keempat, optimalisasi sumber daya di WKP yang sudah berproduksi dengan ekspansi dan efisiensi. Dua di antaranya adalah membangun PLTP Binary di WKP Salak sebesar 15 MW dan PLTP Binary di WKP Dieng (10 MW).
Untuk saat ini, PGE juga sedang menyelesaikan PLTP Binary di WKP Lahendong, Sulawesi Utara, dengan kapasitas 0,5 MW.
Sampai akhir 2021, kapasitas terpasang pembangkit panas bumi di Indonesia mencapai 2.276 MW, sebagian besar berada di dalam Wilayah Kerja PGE, yakni sebesar 1.877 MW.
PGE mengelola 13 Wilayah Kerja dengan kapasitas 672 MW yang dioperasikan sendiri dan 1.205 MW melalui Joint Operation Contract (JOC).
Berdasarkan hasil riset Wood Mackenzie, Indonesia diproyeksikan akan menjadi pemain geothermal terbesar di dunia pada 2026.
"Kapasitas terpasang pembangkit pada panas bumi di Indonesia pada 2026 akan mencapai 5.240 MW. Pada tahun itu, Indonesia akan menggeser Amerika dari posisi nomor satu," kata Direktur Utama PGE, Ahmad Yuniarto.
Yuniarto menambahkan, PGE saat ini juga sedang melakukan kegiatan eksplorasi, pengembangan, dan tender Engineering Procurement Construction Commissioning (EPCC) di sejumlah WKP.
"Kegiatan eksplorasi dan pengembangan dilakukan di WKP Seulawah (Aceh) dan Sungai Penuh (Jambi), sedangkan tender EPCC di WKP Lumut Balai, Sumatra Selatan (55 MW) dan Hululais, Bengkulu (110 MW)," pungkas Yuniarto.[jef]