WahanaNews-Lampung | PT PLN (Persero) saat ini sedang dihadapkan pada over supply atau kelebihan listrik, di mana mau tak mau dengan skema take or pay (TOP).
Kelebihan listrik itu tetap harus dibeli oleh perusahaan setrum pelat merah itu kepada pengembang pembangkit, baik dipakai maupun tidak.
Baca Juga:
Dewan Energi Nasional Ungkap Butuh Rp 3,7 Kuadriliun untuk Tekan Emisi 31,89% pada 2030
Dewan Energi Nasional (DEN) kelebihan listrik yang terjadi PLN adalah imbas dari kebijakan pembangunan proyek 35.000 Megawatt (MW).
Pembangunan megaproyek kelistrikan itu meleset dari prediksi perekonomian Indonesia.
Anggota DEN, Satya Widya Yudha mengatakan saat merencanakan program pembangunan 35 ribu MW, pemerintah memprediksi pertumbuhan ekonomi dapat mencapai 6%.
Baca Juga:
Bukan Mengada-ada, Ini Bukti Nyata Over Supply Listrik PLN
Namun prediksi tersebut rupanya meleset, sehingga juga berdampak pada serapan listrik yang rendah secara nasional.
"Karena itu disepakati dan dibangun (program 35 ribu MW) maka surplusnya menjadi sekitar 35% karena asumsi kebutuhan listrik yang 6,6% gak tercapai realisasinya. Kita kan berharap pertumbuhannya kan 6,6% per tahun ternyata daya serapnya rendah karena kita habis kena pandemi otomatis sektor industri belum banyak maka kita kelebihan," kata dia, Selasa (27/9/2022).
Oleh sebab itu, menurut dia salah satu tujuan digalakkan program konversi dari kompor LPG 3 kilogram (Kg) ke kompor induksi salah satunya adalah untuk mengatasi persoalan kelebihan pasokan listrik PLN.