Lampung.WahanaNews.co - Pembentukan Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) berdasarkan amanat pasal 93 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan yakni menghimpun dana dari pelaku usaha perkebunan yang akan digunakan sebagai pendukung program pengembangan kelapa sawit yang berkelanjutan.
Karena itu, keberadaan BPDPKS sebenarnya dapat menjadi mesin waktu bagi petani kelapa sawit menuju produktivitas tinggi dan tercapainya hilirisasi.
Baca Juga:
Optimalkan BPDPKS, Petani Kelapa Sawit Raih Keuntungan dari Harga TBS
Atas persetujuan Komite Pengarah BPDPKS dan Dasar Harga Indeks Pasar Solar dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral dan Kementerian Keuangan, maka BPDPKS melakukan pembayaran pembelian minyak kelapa sawit (CPO), pembayaran biaya Pengolahan CPO menjadi biodiesel, dan pembayaran biaya transportasi dari biodiesel.
Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo), Gulat ME Manurung mengatakan, dengan program yang dijalankan BPDPKS, petani kelapa sawit sebenarnya ikut diuntungkan karena harga tandan buah segar terdongkrak. Dia lantas memberikan ilustrasi.
Berdasarkan data, pada tahun 2022, total produksi CPO mencapai sekitar 47 juta ton CPO. Dengan adanya B35, CPO yang terserap sebesar 13,15 juta ton CPO. Dengan serapan seperti ini, Gulat memastikan selanjutnya akan berlaku hukum ekonomi suplai dan permintaan.
Baca Juga:
BPDPKS: Mesin Waktu Petani Kelapa Sawit Menuju Produktivitas Tinggi
“Jika semakin sedikit CPO yang tersedia di pasar global, maka akan naiklah harga CPO dan harga tandan buah segar kami akan terdongkrak. Indonesia merupakan produsen CPO terbesar, dan saat bersamaan Indonesia sebenarnya juga konsumen CPO terbesar juga di dunia. Jadi, kuncinya adalah serapan biodiesel domestik,” ujar Gulat, dikutip Rabu (6/12/2023).
Sejak diberlakukannya kebijakan biodiesel, khususnya dari B20 ke B30 lalu B30 ke B35, Gulat mengklaim, harga tandan buah segar petani lebih terjaga.
Apabila, sebelumnya harga tandan buah segar hanya Rp1.200 - Rp1.400 per kilogram, tetapi sejak B30 dan B35 harganya telah mencapai rata-rata Rp2.200 - Rp2.800 per kilogram.
Berdasarkan data BPDPKS, penyaluran dana alokasi peremajaan sawit rakyat (PSR) hingga 31 Oktober 2023 tercatat Rp 8,51 triliun, dengan peruntukan 134.770 pekebun dan luasan 306.486 hektar.
Potensi usulan yang saat ini terdaftar di dalam PSR daring adalah sebagian besar usulan berada di tingkat pekebun sebanyak 1.244 proposal untuk 52.624 pekebun dan luasan 113.130 hektar.
Menilik soal PSR, rupanya program ini menjadi salah satu program dengan cita-cita mulia yakni bertujuan untuk meningkatkan produktivitas yang pada ujungnya mampu meningkatkan kesejahteraan pekebun.
Tujuan itu lantas diterjemahkan melalui alokasi melalui koordinasi dan kolaborasi dengan pemangku kepentingan yaitu Ditjen Perkebunan Kementerian Pertanian, dinas provinsi, serta dinas kabupaten yang menangani perkebunan dalam hal koordinasi dan sinkronisasi pendataan usulan peremajaan.
Disisi lain, Kepala Dinas Perkebunan Musi Banyuasin, Sumatra Selatan (Sumsel), Ahmad Toyibir pun menyatakan, salah satu kunci sukses utama PSR adalah kelembagaan pekebun.
Menurutnya, kemauan kelembagaan pekebun yang sangat besar untuk melakukan peremajaan secara mandiri dan swadaya dengan modal pengalaman selama ini. Karena hasilnya juga diyakini bagus maka tidak akan kesulitan mencari offtaker TBS.
"Dengan kemauan yang besar beberapa kelembagaan pekebun yang tadinya tidak solid akhirnya mereka bersemangat kembali untuk bersatu. Dinas memberikan keyakinan dan pendampingan. Kalau tidak maka kelembagaan akan begitu-begitu saja," kata Ahmad.
Di Bangka Belitung, kucuran dana BPDPKS turut dirasakan manfaat positifnya. Hal ini seperti yang disampaikan oleh Kepala Bidang Perkebunan Dinas Pangan dan Pertanian Kabupaten Bangka Subhan yang mengatakan peremajaan tanaman sawit seluas 55 hektare oleh petani di Kecamatan Bakam yang dibiayai BPDPKS senilai Rp30 juta per hektare melalui program itu.
Dana bantuan PSR yang dikelola oleh gabungan kelompok tani itu lantas dipergunakan untuk kegiatan penebangan batang kelapa sawit yang tidak produktif "Tumbang Chipping" atau kelapa sawit yang tidak dilengkapi sertifikat resmi, pembelian dan penanaman kembali bibit kelapa sawit yang unggul, pembelian pupuk serta kebutuhan yang lain.
Subhan mengatakan, penerimaan bantuan program PSR dibutuhkan karena diketahui dana sebesar Rp30 juta per hektare diharapkan mencukupi untuk peremajaan tanaman sawit.
"Untuk perawatan kebun sawit yang ditanami melalui program PSR, diserahkan ke pihak petani sebagai pemilik kebun," ujarnya.
Diketahui, program PSR sendiri adalah jalan meningkatkan produktivitas sawit petani dari 200 - 600 kilogram tandan buah segar/hektar/bulan dengan produksi CPO 2 hingga 2,5 ton CPO per tahun, menjadi 2,5 - 3,5 ton tandan buah segar/hektar/bulan dengan produksi CPO 6,5 - 9 ton CPO per tahun.
Menangkap masukan dan input baik yang ada, BPDPKS bersama Direktorat Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian (Ditjenbun Kementan) bersinergi untuk mengoptimalkan penyaluran dana PSR.
Terpisah, Kepala Divisi Pemungutan Biaya dan Iuran CPO BPDPKS, Ahmad Munir menyatakan, penyaluran dana BPDPKS untuk PSR dan sarana prasarana yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan pekebun.
Oleh karena itu, lanjutnya, upaya percepatan PSR oleh BPDPKS dilakukan melalui koordinasi dan kolaborasi dengan pemangku kepentingan yaitu Ditjenbun, dinas provinsi serta dinas kabupaten yang menangani perkebunan dalam hal koordinasi dan sinkronisasi pendataan usulan peremajaan.
Ahmad Munir menyatakan, sejumlah upaya untuk percepatan PSR yakni melakukan FGD bersama Ditjenbun, GAPKI, BPKHTL, ATR BPN dengan tema percepatan pengajuan pengusulan PSR jalur kemitraan, osialisasi dan bimbingan teknis penginputan dokumen ke aplikasi PSR online.
Melakukan percepatan kegiatan perjanjian kerjasama tiga pihak yaitu lembaga pekebun, bank mitra dan BPDPKS serta percepatan penyaluran dana PSR setelah rekomtek Ditjenbun diterima BPDPKS.
Sementara itu, Ketua Bidang Perkebunan Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), R.Azis Hidayat menyatakan untuk akselerasi PSR jalur kemitraan, pada 15 Mei 2023 sudah ditandatangani pakta integritas oleh 21 perusahaan perkebunan dengan diketahui oleh Dirjen Perkebunan, Direktur Penghimpunan Dana BPDPKS dan Ketua Bidang Perkebunan GAPKI. Isinya adalah perusahaan perkebunan kelapa sawit mendukung dan berkomiten untuk menyukseskan program PSR melalui pencapaian target seluas 100.000 ha.
Gulat menuturkan, program riset yang dijalankan oleh BPDPKS penting untuk membantu mendukung pengembangan industri sawit berkelanjutan. Hanya saja, dia berharap, kalaupun ada program riset, itu semestinya bersifat lanjutan dari penelitian yang sudah ada.
Sesuai data BPDPKS, jumlah riset yang dikelola dari Januari - September 2023 mencapai 112 riset. BPDPKS juga mencatat telah menyelesaikan seleksi grant riset sawit dan terdapat 42 lembaga penelitian yang akan didanai melalui Surat Ketetapan Direktur Utama BPDPKS Nomor KEP-295/DPKS/2023 dan 35 perjanjian kerja penelitian pengembangan telah ditandatangani pada 25 September 2023. BPDPKS juga memiliki satu nota kesepahaman dengan Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Industri Kementerian Perindustrian.
Program penelitian dan pengembangan kelapa sawit merupakan salah satu upaya nyata BPDPKS untuk melakukan penguatan, pengembangan, dan peningkatan pemberdayaan perkebunan kelapa sawit dari sektor hulu ke hilir.
Program litbang dari BPDPKS dijalankan dalam bentuk dukungan dana penelitian melalui dua mekanisme. Pertama Grant Riset Sawit yang terdiri dari jalur seleksi dan jalur inisiatif. Kedua, Lomba Riset Sawit yang melibatkan para mahasiswa.
“Kemajuan hulu-hilir kelapa sawit Indonesia dan kesejahteraan petani kelapa sawit penting menjadi fokus pemerintah. BPDPKS punya peran strategis dalam hal tersebut. Namun, koordinasi antar kementerian/lembaga juga tak kalah penting,” pungkasnya.
[Redaktur: Mega Puspita]