WahanaNews-Lampung.co| Cipto Suroso, seorang buruh sadap karet di Kabupaten Mesuji dibebaskan dari perkara pencurian 1,5 karung getah karet beku senilai Rp 500.000.
Pembebasan Cipto Suroso dilakukan setelah Kejaksaan Negeri (Kejari) Tulang Bawang mengedepankan restorative justice atas perkara pencurian tersebut.
Baca Juga:
Hujan Es Guyur Empat Desa di Lampung Utara, Sejumlah Rumah Warga Rusak
Kepala Kejari Tulang Bawang Dyah Ambarwati mengatakan, restorative justice dilakukan karena nilai kerugian dibawah Rp 2,5 juta sebagaimana syarat dalam restorative justice.
“Kerugian pelapor yakni PT SIL (PT Silva Inhutani Lampung ) sebesar Rp 500.000,” kata Dyah dalam keterangan pers, Jumat (28/1/2022).
Atas penggelapan satu setengah karung getah karet beku itu, Cipto dipersangkakan Pasal 374 KUHP.
Baca Juga:
Bocah 5 Tahun Terseret 2 Km, Mobil Fortuner Nyaris Dibakar Warga di Lamtim
Penghentian penuntutan ini disahkan dengan surat ketetapan nomor: print 01/L.8.4.18/EOH.2/01/2022 tanggal 12 Januari 2022.
Hal tersebut diatur dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a, b dan c Peraturan Kejaksaan RepubIik Indonesia Nomor 15 tahun 2020 tentang penghentian penuntutan berdasarkan Keadilan Restoratif.
Selain itu, dalam proses perdamaian PT SIL sepakat untuk memaafkan tersangka tanpa syarat apapun dan tidak melanjutkan ke proses persidangan.
“Upaya Perdamaian dilakukan pada tanggal 12 Januari 2022 dengan cara melakukan pemanggilan kepada perwakilan PT. SIL,” kata Dyah.
Kronologi penggelapan getah karet
Dyah menuturkan, Cipto adalah buruh sadap di PT SIL tersebut sejak tahun 2016 lalu dengan upah tiap bulannya mencapai Rp 2,5 juta.
Pada 13 November 2021 sekitar pukul 9.30 WIB, Cipto datang ke area perkebunan PT SIL di Kecamatan Mesuji Timur, Kabupaten Mesuji untuk bekerja seperti biasa.
“Sebanyak satu setengah karung getah karet beku dikumpulkan oleh tersangka, namun tidak diserahkan ke tempat penimbangan,” kata Dyah.
Tersangka berencana membawa getah karet itu untuk dijual ke tempat lain. Tetapi, aksi tersangka diketahui oleh pihak keamanan kebun.
“Tersangka mengaku terdesak kebutuhan sekolah kedua anaknya yang masih SD dan SMP,” kata Dyah.
Apa itu restorative justice?
Dalam penelitian berjudul "Pendekatan Restorative Justice dalam Penyelesaian Tindak Pidana di Tingkat Penyidikan", oleh Kuat Puji Prayitno (2012), yang dikutip oleh I Made Tambir (2019), mengatakan;
"restorative justice merupakan alternatif dalam sistem peradilan pidana dengan mengedepankan pendekatan integral antara pelaku dengan korban dan masyarakat sebagai satu kesatuan untuk mencari solusi serta kembali pada pola hubungan baik dalam masyarakat."
Kendati begitu, tidak ada satu pun ketentuan yang secara tersurat mengatur pendekatan restorative justice dalam menyelesaikan tindak pidana di tingkat penyidikan.
Sementara itu, menurut pakar hukum pidana Mardjono Reksodiputro, ditulis oleh Jurnal Perempuan (2019), restorative justice adalah sebuah pendekatan yang bertujuan untuk membangun sistem peradilan pidana yang peka tentang masalah korban.
Mardjono mengatakan, restorative justice penting dikaitkan dengan korban kejahatan, karena pendekatan ini merupakan bentuk kritik terhadap sistem peradilan pidana di Indonesia saat ini yang cenderung mengarah pada tujuan retributif, yaitu menekankan keadilan pada pembalasan, dan mengabaikan peran korban untuk turut serta menentukan proses perkaranya.