WahanaNewsLampung.co | Publik dihebohkan soal kabar sejumlah kapal asing yang ditahan otoritas Indonesia mengaku dimintai bayaran US$ 300 ribu atau sekitar Rp 4,2 miliar agar dibebaskan.
Pengusaha pun ikut angkat bicara soal kabar tersebut.
Baca Juga:
PWI Papua Barat Daya Minta Ketua FJPI PBD Ralat Kalimat "Wartawan Hadiri Undangan Lantamal XIV Tidak Tau Persoalan dan Tidak Bikin Berita Awal"
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Hariyadi Sukamdani, menyatakan, kabar soal kapal asing yang dimintai uang untuk dibebaskan itu seperti mengada-ada dan membuat pencitraan penegakan hukum di Indonesia jadi buruk.
"Ini berita tendensius, bahkan sumbernya juga tidak jelas dan dikutip media nasional. Ini menganggu kedaulatan laut kita dan membuat pencitraan TNI dan penegakan hukum di Indonesia jadi tidak baik di mata internasional," ungkap Hariyadi dalam konferensi pers virtual, Kamis (18/11/2021).
Dia bilang, pencitraan penegakan hukum yang buruk dapat berimbas kepada iklim bisnis di Indonesia.
Baca Juga:
Tangkap Ikan di Laut Natuna, Kapal Asal Vietnam Diciduk KKP
Kepercayaan dunia bisnis pada penegakan hukum di Indonesia bisa tercoreng, ujungnya bisa merugikan perekonomian Indonesia.
"Ini bisa berimbas kepada citra penegakan hukum kita dan bisa merugikan ekonomi kita juga," kata Hariyadi.
Hariyadi pun berpesan kepada para operator pelayaran dari luar negeri agar bisa mengikuti aturan hukum internasional maupun nasional yang berlaku di perairan Indonesia.
Misalnya saja, saat mau bersandar dan membuang jangkar, baiknya operator pelayaran melakukannya di tempat yang sudah ditentukan.
"Kalau perlu bersandar atau perlu berhenti sejenak sambil menunggu instruksi kantor pusatnya, gunakanlah wilayah jangkar yang sudah ditentukan dan membayar PNBP. Ini kan ibarat bayar parkir aja," ungkap Hariyadi.
"Ini imbauan atau peringatan dari kami kepada pelayaran internasional untuk menghormati hukum kedaulatan perairan Indonesia," lanjutnya.
Hariyadi menegaskan, upaya-upaya pemerasan ataupun pungli pun dijamin tidak akan terjadi di Indonesia.
Dia mengatakan, salah satu perusahaan pelayaran asal Yunani juga pernah berperkara di laut Indonesia, namun tak pernah ada upaya-upaya pemerasan dilakukan.
"Kami dapat statement dari Lastco Marine Corporation, perusahaan ini berbasis di Yunani. Disebutkan bahwa mereka pernah diinvestigasi dan semua dilakukan sesuai hukum yang ada. Ketika diputuskan tidak ada pelanggaran, dan kemudian mereka dilepaskan tanpa ada pemerasan," kata Hariyadi.
"Mereka buat statement bahwa tidak ada penalty atau sanksi atau apapun seperti yang dituduhkan di berita yang kemarin banyak beredar," ujarnya.
Sebelumnya, ramai diberitakan oleh media internasional, TNI AL dan otoritas kelautan Indonesia menahan kapal-kapal asing dan meminta bayaran untuk pembebasannya.
Dikutip dari Reuters, ada pemilik kapal asing mengaku diminta bayaran oleh perwira angkatan laut Indonesia.
Pembayaran itu disebut dilakukan secara tunai dan melalui transfer bank lewat perantara.
Perantara itu mengaku mereka mewakili angkatan laut Indonesia.
Dari pengakuan dua pemilik kapal asing, ada sekitar 30 kapal, termasuk kapal tanker, pengangkut curah dan lapisan pipa, yang ditahan angkatan laut Indonesia.
Jumlah kapal itu ditahan dalam kurun waktu 3 bulan terakhir.
Sebagian besar kapal yang ditahan dilaporkan telah dibebaskan setelah melakukan pembayaran US$ 250 ribu hingga US$ 300 ribu.
Pembayaran itu dinilai lebih murah daripada potensi kehilangan pendapatan dari kapal yang membawa kargo seperti minyak atau biji-bijian.
Reuters tidak bisa mengonfirmasi terkait siapa perwira angkatan laut yang disebut menerima bayaran itu.
Reuters melaporkan, pembayaran itu diberitakan pertama kali oleh sebuah web industri bernama Lloyd's List Intelligence.
TNI AL membantah kabar soal pembayaran itu.
Kepala Dinas Penerangan Koarmada I TNI AL, Letkol Laut (P) La Ode M Holib, menilai, kabar tersebut tuduhan yang bisa mencemarkan nama baik institusi.
"Tidak benar tuduhan terhadap TNI AL yang meminta sejumlah uang, USD 250 ribu - USD 300 ribu, untuk melepaskan kapal-kapal tersebut," ujar Holib lewat keterangannya, Minggu (15/11/2021).
Holib membenarkan ada sejumlah kapal asing yang ditahan.
Penahanan dilakukan karena kapal-kapal asing tersebut melanggar hukum perairan teritorial Indonesia, khususnya perairan Kepulauan Riau.
Dia menganggap, pengakuan dari pemilik kapal asing adanya pembayaran ke perwira TNI AL itu sebuah tuduhan serius.
Holib menyayangkan informasi tersebut beredar cepat tanpa klarifikasi dari pihak TNI AL.
"Beberapa kapal tersebut berperilaku tidak sewajarnya dalam melaksanakan pelayaran, antara lain melakukan lego jangkar tanpa izin dari otoritas pelabuhan di perairan teritorial Indonesia yang bukan area lego jangkar yang ditentukan oleh pemerintah, berhenti atau mengapung dalam waktu yang tidak wajar yang dapat membahayakan keamanan dan keselamatan pelayaran, berlayar tidak mengibarkan bendera sebagai identitas kapal, deviasi atau menyimpang dari track pelayaran tidak sesuai dengan rute," ujar Holib.
Holib menegaskan lagi, tidak ada pembayaran yang diterima pihak TNI AL terkait kapal asing yang disita.
TNI AL menduga, pemilik kapal membayar untuk kebutuhan service ke sejumlah agen.
"Sedangkan terkait pemilik kapal yang membayar sejumlah uang, antara US$ 250.000 - US$ 300.000 seperti yang disampaikan, TNI AL tidak pernah menerima uang itu," jelas Holib. [nik]