WahanaNews-Lampung | Untuk pemakaian listrik dari Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Atap, Pemerintah dalam hal ini Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) kini sedang menyiapkan petunjuk teknis (juknis) nya.
Kelak, jika Juknis ini terbit, PLTS Atap akan dimanfaatkan untuk sendiri.
Baca Juga:
Pegang Indikasi Kuota Awal Pasang, Kementerian ESDM dan PLN Antisipasi Masuknya Daya Listrik Intermiten dari PLTS Atap
Sejatinya, Kementerian ESDM telah menerbitkan aturan mengenai pemanfaatan dari PLTS Atap itu.
Aturan tersebut tertuang dalam peraturan Menteri (Permen) ESDM No 26/2021 tentang Pembangkit Listrik Tenaga Surya Atap yang Terhubung Pada Jaringan Tenaga Listrik Pemegang Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik untuk Kepentingan Umum.
Direktur Jenderal EBTKE Kementerian ESDM, Dadan Kusdiana mengatakan aturan mengenai pemanfaatan PLTS sebenarnya sudah terbit.
Baca Juga:
Pasang PLTS Atap Ada Sistem Kuota, Ini Tujuannya
Namun dalam waktu satu ataub dua pekan ke depan akan ada petunjuk teknis mengenai pemanfaatan PLTS Atap ini.
Misalnya saja, pengguna PLTS Atap ingin memasang daya listrik PLTS Atap sebanyak 2 Kilo Watt Hour (kWh), namun pihak PT PLN (Persero) hanya memperbolehkan 1,5 kWh, maka itu akan disesuaikan.
"Itu yang sedang diselesaikan, mungkin 1-2 minggu akan ada petunjuk teknis. Pendekatannya adalah PLTS Atap untuk pemanfaatan sendiri, jadi tidak berfikir untuk dijual ke PLN," terang Dadan, Senin (19/9/2022).
Adapun jika harus menjual listrik PLTS Atap ke PLN, akan ada proses lainnya.
Yang terang, prinsipnya kata Dadan, memproduksi listrik PLTS Atap untuk dipakai sendiri.
"Sehingga tidak ada lagi di lapangan seberapa besar sih kapasitas yang dipasang. Jadi nanti ada formula data yang menjadi acuan bersama, sehingga semua bisa mempercepat implementasi PLTS Atap ini," tandas dia.
Seperti diketahui, Kementerian ESDM sebelumnya memang sempat menahan implementasi dari Peraturan Menteri (Permen) ESDM No. 26 Tahun 2021 ini.
Hal tersebut dilakukan lantaran pemerintah masih menghitung seberapa besar pengaruhnya terhadap sistem yang ada di PT PLN.
Namun pada awal 2022, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif akhirnya menerbitkan aturan ini.
Hal tersebut dilakukan sebagai upaya Pemerintah dalam mencapai target energi baru dan terbarukan (EBT) sebesar 23% pada tahun 2025.
Berdasarkan proyeksi yang dilakukan oleh Kementerian ESDM, target PLTS Atap sebesar 3,6 GW yang akan dilakukan secara bertahap hingga tahun 2025, akan berdampak positif pada hal-hal diantaranya:
1. Berpotensi menyerap 121.500 orang tenaga kerja;
2. Berpotensi meningkatkan investasi sebesar Rp. 45 Triliun s/d Rp. 63,7 Triliun untuk pembangunan fisik PLTS dan Rp. 2,04 Triliun s/d Rp. 4,1 Triliun untuk pengadaan kWh Exim;
3. Mendorong tumbuhnya industri pendukung PLTS di dalam negeri dan meningkatkan daya saing dengan semakin tingginya Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN);
4. Mendorong green product sektor jasa dan green industry untuk menghindari penerapan carbon border tax di tingkat global;
5. Menurunkan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) sebesar 4,58 Juta Ton CO2e;
6. Berpotensi mendapatkan penerimaan dari penjualan Nilai Ekonomi Karbon sebesar Rp 0,06 Triliun/tahun (asumsi harga karbon 2 USD/ton CO2e).
Adapun substansi pokok dari Permen ESDM Nomor 26 Tahun 2021 yaitu:
1. Ketentuan ekspor kWh listrik ditingkatkan dari 65% menjadi 100%;
2. Kelebihan akumulasi selisih tagihan dinihilkan, diperpanjang dari 3 bulan menjadi 6 bulan;
3. Jangka waktu permohonan PLTS Atap menjadi lebih singkat (5 hari tanpa penyesuaian Perjanjian Jual Beli Listrik (PJBL) dan 12 hari dengan adanya penyesuaian PJBL);
4. Mekanisme pelayanan berbasis aplikasi untuk kemudahan penyampaian permohonan, pelaporan, dan pengawasan program PLTS Atap;
5. Dibukanya peluang perdagangan karbon dari PLTS Atap;
6. Tersedianya Pusat Pengaduan PLTS Atap untuk menerima pengaduan dari pelanggan PLTS Atap atau Pemegang IUPTLU; dan
7. Perluasan pengaturan tidak hanya untuk pelanggan PLN saja tetapi juga termasuk pelanggan di Wilayah Usaha non-PLN (Pemegang IUPTLU). [dny]